Pengadilan Manapun Tidak Berwenang Mengadili La Nyalla
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti melalui kuasa hukumnya, Aristo Pangaribuan mengajukan eksepsi atau pembelaan. La Nyalla tak terima didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah melakukan korupsi dana hibah Kadin Jatim.
Menurut Aristo, perkara korupsi dana hibah Kadin Jatim tersebut tidak layak dikemukakan di pengadilan, lantaran sudah selesai.
"Pengadilan negeri manapun tidak berwenang mengadili perkara ini, karena La Nyalla tidak bisa dikaitkan dengan penyimpangan dana hibah Kadin Jatim," ucap Aristo.
Selain itu, menurutnya surat dakwaan tidak dapat diterima. Sebab, beberapa pelanggaran terjadi dalam proses penyidikan. Maka dari itu, proses penyidikan yang tidak sah membawa konsekuensi surat dakwaan juga tidak sah. Beberapa pelanggaran yang dimaksud Aristo adalah karena La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka tanpa diperiksa terlebih dahulu sebagai calon tersangka.
"Ditetapkan sebagai tersangka, padahal saat itu La Nyalla sedang tidak di Indonesia," terang Aristo.
Sependapat dengan Aristo, koordinator PP Surabaya, Bajo Suherman menyatakan bahwa tindakan kejaksaan tidak profesional. Karena dalam kasus korupsi Kadin Jatim sudah ada yang mau bertanggungjawab dan sudah mau menerima saat divonis pidana oleh pengadilan tipikor Surabaya, yakni para wakil ketua Kadin Jatim, Diar Kusuma Putra & Nelson Sembiring. "Seharusnya ya cukup dua orang itu saja yang dihukum dan kasus ditutup, kenapa mencari pelaku lain?", ujar koordinator perkumpulan pemuda ini.
"Apalagi secara terbuka Prof Hatta Ali ketua MA (Mahkamah Agung) sudah menyatakan bahwa bapak La Nyalla Mattalitti adalah keponakan beliau, bahkan merupakan keponakan langsung. Harusnya kejaksaan menghormati ketua MA", kata Bajo
Jika kejaksaan tanggap, harusnya paham saat MA melalui Pengadilan Negeri Surabaya telah mencegah kejaksaan untuk mengusut La Nyalla dengan membuat terobosan hukum baru yakni membuat keputusan praperadilan yang juga memutus pokok perkara, bahwa meskipun ditemukan bukti baru dan ditemukan adanya pelaku lain, kasus korupsi Kadin Jatim tidak boleh diusut lagi.
"Jika orang lain bolehlah, seperti kasus yang pernah ditangani KPK, dimana pernah diputuskan praperadilan bahwa penyidikan oleh KPK untuk suatu kasus di Makasar tidaklah sah, akan tetapi kemudian KPK mencari bukti baru serta menyempurnakan proses pengusutannya, maka kasus itu bisa diusut lagi oleh KPK dengan menerbitkan surat penetapan penyidikan baru, dan akhirnya kasus sampai di pengadilan tipikor. Tapi untuk masalah ini adalah menyangkut kehormatan ketua MA sebagai pimpinan lembaga tertinggi negara, harusnya kejaksaan tahu diri", tambahnya.
Jika kejaksaan cerdas, tentulah mereka paham terhadap langkah yang dilakukan oleh MA beserta seluruh jajarannya yakni lembaga pengadilan di berbagai tingkatan itu, bahwa jika kejaksaan nekat untuk mengusut keluarga ketua MA, tentunya langkah kejaksaan akan selalu dipatahkan oleh para hakim yang berkewajiban untuk menjaga kehormatan pimpinan MA sebagai simbol kewibawaan lembaga peradilan di Indonesia.
"Akan tetapi tahu sendirilah, bahwa Jaksa Agung dan para petinggi kejaksaan sekarang ini adalah orang-orang yang tidak berkualitas serta tidak paham kepemimpinan dan tidak paham menjaga harmonisasi hubungan antar lembaga negara. Mungkin jika nanti kejaksaan dipermalukan oleh lembaga peradilan bersama para pengacara bapak La Nyalla, baru mereka akan tahu rasa", pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar